Minggu, 22 April 2012

Osmoregulasi


Komponen utama penyusun tubuh hewan adalah air, yang jumlahnya mencapai 60-95 % dari berat tubuh hewan. Air tersebar pada berbagai bagian tubuh, baik di dalam sel (sebagai cairan intrasel : CIS). Maupun di luar sel  (sebagai cairan ekstrasel). CES sendiri tersebar pada berbagai bagian tubuh, contohnya plasma darah dan cairan srebropsinal. Dalam CES terlarut berbagai macam zat, meliputi berbagai ion dan sari makanan, sisa obat, hormone, serta zat sisa metabolisme sel seperti urea dan asam urat. Konsentrasi setiap saat, tergantung pada berbagai faktor.
Sekalipun demikian, hewan harus mampu mempertahankan keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut pada tingkatan yang tepat. Mekanisme untuk mengatur jumlah air dan konsentrasi zat terlarut disebut osmoregulasi. Jadi, osmoregulasi adalah proses untuk menjaga keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut yang ada dalam tubuh hewan.
               Pada tahun 1902 Rudolf Hober merupakan orang yang pertama kali memunculkan istilah osmoregulasi untuk menyatakan kegiatan dari bermacam-macam mekanisme yang digunakan oleh makhluk hidup untuk mengenalikan pergerakan zat terlarut dan air. Namun demikianosmoregulasi juga diartikan sebagai mempertahankan tekanan osmotic cairan yang terdapat di dalam tubuh hewan yang besarnya berbeda dari tekanan osmotic medium lingkungannya. Bila ditinjau lebih dalam ternyata tidak cukup hanya mengendalikan distribusi air saja tetapi komposisi ion dan distribusi ion di dalam cairan tubuh dan berbagai ruangan juga harus dikendalikan. Telah terbukti bahwa ada perbedaan macam dan jumlah ion antara cairan di dalam tubuh dengan cairan di luar tubuh hewan, bahkan antara ruang dengan ruang yang lain dalam tubuh hewan juga berbeda.
Osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan keseimbangan kadar dalam tubuh, didalam zat yang kadar garamnya berbeda.
Secara sederhana hewan dapat diumpamakan sabagai suatu larutan yang terdapat di dalam suatu kantung membran atau kantung permukaan tubuh. Hewan harus menjaga volume tubuh dan kosentrasi larutan tubuhnya dalam rentangan yang agak sempit. Yang menjadi masalah adalah konsentrasi yang tepat dari cairan tubuh hewan selalu berbeda dengan yang ada dilingkungannya. Perbedaan kesentrasi tersebut cenderung mengganggu keadaan manpat dari kondisi internal. Hanya sedikit hewan yang membiarkan kosentrasi cairan tubuhnya berubah-ubah sesuai degan lingkungannya dalam kedaan demikian hewan dikatakan melakukan osmokonfirmitas. Kebanyakan hewan menjaga agar kosentrasi cairan tubuhnya tetap lebih tinggi dari mediumnya (regulasi hiporosmotis) atau lebih rendah dari mediumnya (regulasi hipoosmotis).
           Untuk itu hewan harus berusaha mengurangi gangguan dengan menurunkan (1) permeabilitas membran atau kulitnya (2) gardien (landaian) kosentrasi antara cairan tubuh dan lingkungannya. Keadaan kondisi internal yang mantap dapat dipelihara hanya bila organisme mampu mengimbangi kebocoran dengan arus balik melawan gradient kosentrasi yang memerlukan energi untuk memelihara air dan kosentarsi larutan cairan tubuh konstan yang berdeba dengan lingkungannya, antara hewan air laut, air tawar, dan hewan darat sangatlah berbeda. Kelompok hewan yang berbeda menggunakan organ yang berbeda. Rentangan zat-zat yang diregulasi sangat luas,
Pada dasarnya regulator hiperosmotik menghadapi dua masalah fisiologik (1) Air cenderung masuk ke dalam tubuh hewan, sebab kosentarsi zat terlarut dalam tubuh hewan lebih tinggi dari pada dalam mediumnya (2) zat terlarut cenderung keluar tubuh sebab kosentrasi didalam tubuh. Disam,ping itu pebuangan air air sebagai penyeimabang air masuk juga membawa zat terlarut di dalamnya. lebih tinggi dari pada di luar tubuh (meningkatkan permeabilitas dinding tubuh) atau mengeluarkan kelebihan air yang ada dalam tubuh (lewat urin dan feses) sebaliknya terhadap zat terlarut, hewan harus (1) Mengurangi jumlah air yang masuk kedalam tubuhnya. (2) memasukkan garam-garam kedalam tubuhnya (lewat makan dan minum) atau mempertahankan zat terlarut dalam tubuhnya.
Sebaliknya pada regulator hipoosmotik menghadapi masalah fisiologik (1) Air cenderung keluar tubuh, sebab kadar air dalam tubuh tinggi dari pada mediumnya, dan (2) zat terlarut cenderung masuk ke dalam tubuh,sebab kadar zat terlarut didalam tubuh (dalam medium) lebih tinggi dari pada dsalam cairan tubuhnya. Untuk menghadapi hal tersebut maka regulator hipoosmotik harus (1) menghambat keluarnya air dari dalam tubuh atau mempertahankan air yang ada dalam tubuh, sebaliknya terhadap zat terlarut, hewan harus (2) Berusaha mencegah masuknya garam kedalam tubuh atau mengeluarkan kelebihan garan yang masuk tubuh.
Untuk mengatur kadar air tersebut dan juga zat terlarut dalam tubuhnya, hewan menggunakan organ-organ ekskresi yang dalam bekerjanya banyak menggunakan transport aktif.
           Osmoregulator merupakan hewan yang harus menyesuaikan osmolaritas internalnya, karena cairan tubuh tidak isoosmotik dengan lingkungan luarnya. Seekor hewan osmoregulator harus membuang kelebihan air jika hewan itu hidup dalam lingkungan hiperosmotik. Kemampuan untuk mengadakan osmoregulasi membuat hewan mampu bertahan hidup, misalnya dalam air tawar dimana osmolaritas tertentu rendah untuk mendukung osmokonformer, dan didarat dimana air umumnya tersedia dalam jumlah yang sangat terbatas. Semua hewan air tawar dan hewan air laut adalah osmoregulator. Manusia dan hewan darat lainnya yang juga osmoregulator harus mengkompensasi kehilangan air.
Osmoregulasi secara energik sangat mahal. Suatu pergerakan netto air hanya terjadi dalam gradient osmotik. Osmoregulator harus menghabiskan energi untuk mempertahankan gradien osmotik yang memungkinkan air untuk masuk dan bergerak keluar. Mereka melakukan hal tersebut dengan cara memanipulasi kosentrasi zat terlarut dalam cairan tubuhnya.
Biaya energi osmoregulasi terutama bergantung pada seberapa besar perbedaan osmolaritas seekor hewan dari osmolaritas lingkungannya dan pada seberapa besar kerja transport membran diperlukan untuk mengangkut zat-zat terlarut secara aktif.
jadi yang menjadi alasan utama hewan melakukan osmoregulasi adalah karena adanya perubahan keseimbangan jumlah air dan zat terlarut di dalam tubuh memungkinkan terjadinya perubahan arah aliran air/zat terlarut menuju kea rah yang tidak diharapkan. Osmoregulasi hewan pada lingkungan air laut kebanyakan hewan invertebrate laut bersifat osmokonformer, ditandai dengan adanya konsentrasi osmotic cairan tubuhnya yang sama dengan air laut tempat hidup mereka. Hal ini berarti bahwa mereka berada dalam keseimbangan osmotic dengan lingkungannya (tidak ada perolehan atau pun kehilangan air). Akan tetapi, bukan berarti bahwa mereka berada dalam keseimbangan ionic. Jadi, antara air laut dan cairan dalam tubuh hewan terdapat perbedaan komposisi ion, yang akan menghasilkan gradient konsentrasi. Dalam keadaan demikian, hewan memiliki peluang untuk memperoleh masukan ion tertentu dari air laut, apabila konsentrasi ion tersebut di laut lebih tinggi daripada yang terdapat di dalam tubuh hewan.  
Osmoregulasi hewan pada lingkungan air tawar, masalah yang dihadapi hewan air tawar merupakan kebalikan dari masalah yang dihadapi hewan laut. Hewan air tawar mempunyai cairan tubuh dengan tekanan osmotic yang lebih tinggi yang lebih tinggi dari lingkungannya. Berarti, mereka terancam oleh dua hal utam, yaitu kehilangan garam dan pemasukan air yang berlebihan.
Vertebrata dan invertebrate air tawar membatasi pemasukan air dan kehilangan ion dengan cara membentuk permukaan tubuh yang impermiabel terhadap air. Meskipun demikian, air dan ion tetap dapat bergerak melewati insang yang relative terbuka. Air yang masuk ke dalam tubuh invertebrate dikeluarkan dalam bentuk urin. Laju aliran urin pada invertebrate air tawar jauh lebih tinggi daripada yang dialami oleh hewan laut. akan tetapi, pengeluaran urin juga menyebabkan pengeluaran ion. Oleh karena itu, hewan perlu melakukan transport aktif untuk memasukkan ion kedalam tubuhnya.
Osmoregulasi hewan pada lingkungan payau, tidak semua hewan akuatik selamanya menetap di habitat yang tetap (air laut atau air tawar). Sejumlah hewan laut maupun hewan air tawar pada saat-saat tertentu masuk ke daerah payau. Lingkungan payau ialah lingkungan akuatik di daerah pantai, yang merupakan tempat pertemuan antara air sungai dan laut. Contoh hewan yang dapat hidup di lingkungan payau ialah larva dari beberapa jenis nyamuk. Larva tersebut pada umumnya dapat tumbuh dengan sama baiknya, baik di air tawar maupun di air bergaram yang beberapa kali lebih pekat dari cairan hemolimfenya. Bahkan, larva tersebut juga dapat menoleransi kadar garam yang tiga kali lebih tinggi daripada kadar garam air laut.  
Osmoregulasi hewan pada lingkungan darat, hewan yang sangat berhasil hidup didarat dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu arthopoda dan vertebrata. Kemampuannya untuk hidup didarat telah membuat kedua kelompok hewan tersebut dapat meningkatkan perolehan oksigen, namun mempunyai masalah yang besar berkaitan dengan pengaturan keseimbangan air dan ion. Hewan darat juga mengalami keterbatasan untuk mendapatkan air sehingga mudah terancam dehidrasi.
Kehilangan air dari tubuh hewan darat dapat terjadi dengan sangat mudah melalui penguapan. Air yang hilang tersebut harus diganti tersebut harus diganti. Penguapan air dari tubuh hewan dapat dipengaruhi oleh berbagai factor sebagai berikut.
1.    Kandungan uap air di atmosfer: penguapan dapat ditekan apabila kandungan air di atmosfer
2.    Suhu : jika suhu atmosfer meningkat, penguapan akan bertambah cepat
3.    Gerakan uadar pada permukaan benda yang melakukan evaporsi: laju penguapan meningkat, jika pergerakan udara meningkat (ada angin kuat).
4.    Tekanan barometric  : jika tekanan barometric menurun, laju penguapan bertambah
5.    Luas permukaan penguapan : apabila daerah permukaan yang menghadap ke lingkungan lebih luas, pelepasan air akan lebih besar.
invertebrata darat pada umumnya merupakan golongan Arthopoda, insekta, dan laba-laba. Salah satu gambaran khas insekta adalah adanya rangka luar yang berlapis lilin, yang disebut lapisan kutikula. Adanya kutikula pada insekta merupakan cara untuk memperkecil kehilangan air melalui permukaan tubuh. Akan tetapi, pada saat baru dilahirkan, kutikula belum sepenuhnya impermiabel terhadap air sehingga insekta dapat kehilangan air akibat penguapan permukaan tubuhnya.
Tidak semua kutikula pada invertebrate darat dapat menghambat kehilangan air dari dalam tubuh. Hal ini dapat diamati pada cacing tanah, yang mempunyai kutikula sangat tipis. Cacing tanah tetap dapat mengalami kehilangan air lewat kulit. Pada cacing tanah, pelepasan air melalui penguapan dapat mencapai 70  kali lebih besar daripada pelepasann air pada insekta. Pelepasan air melalui penguapan penguapan dapat juga disebabkan oleh adanya perubahan susunan lilin pada rangka luar tubuhnya akibat kerusakan fisik atau panas.
Osmoregulasi pada vertebrata darat, vertebrata yang berhasil berkembang di lingkungan darat terutama dari kelas reptile, burung, dan mamalia. Amfhibi tidak dapat dikatakan sebagai darat sejati, karena masih sangat tergantung pad lingkungan yang lembab. Vertebrata darat pada umumnya memperoleh air dari air minum dan makanan. Untuk menghemat air, vertebrata melakukan berbagai cara yang cukup bervariasi.
Hewan dari kela reptile, meliputi ular, kadal, dan kura-kura, memiliki kulit kering dan bersisik. Keadaan kulit yang kering dan bersisik tersebut diyakini merupakan cara beradaptasi yang baik terhadap kehidupan darat, yakni agar tidak kehilangan banyak air. Untuk lebih menghemat air , hewan tersebut menghasilkan zat sisa bernitrogen dalam bentuk asam urat, yang pengeluarannya hanya membutuhkan sedikit air. Selain itu, reptile juga melakukan penghematanair dengan menghasilkan feses kering. Bahkan, kadal dan kura-kura pada saat mengalami dehidrasi mampu memanfaatkan  urin encer yang dihasilkan dan disimpan di kandung kemihnya, dengan cara mereabsorbsinya.

Referensi

Anonim. Osmoregulasi.http://makalahbiologiku.blogspot.com com (Tanggal akses 19 April 2012)
Dian.Osmoregulasi dan ekskres.http://duniabiologisaja.blogspot.com (Tanggal akses 19 April 2012)
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan cet 6. Yogyakarta: Kaninus.
Taiyeb, A.Mushawwir. 2007. Fisiologi Hewan.Makassar: UIN Alauddin Makassar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar